GERAKAN PRAMUKA

WOSM CIKAL (TUNAS KELAPA) UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA RACANA PA/PI KAMPUS ISLAMI

DEWAN RACANA PUTRA

Ketua (ANAS RENIWURYAAN) Kirani (MUHAMMAD AFFANDI) Juru Uang (AMIRUDDIN) Pemangku Adat (ZAENAL ABIDIN).

DEWAN RACANA PUTRI

Ketua (Herna) Kirani (Erlika Sari) Juru Uang (Kurniati) Pemangku Adat (Ana Angraeni).

Memperingati dan Merayakan Ulang Tahun Racana Pa/Pi Kampus Islami

Ulang Tahun Racana Pa/Pi Kampus Islami yang Ke-33 pada tanggal 9 November 2014.

Kebersamaan

Saat - Saat Kebersamaan dan Keceriaan Yang hadir dan Memeriahkan Ultah Racana yang ke-33.

RACANA KAMPUS ISLAMI

SETELAH KEGIATAN HARDIKNAS FOTO ANGGOTA

HARDIKNAS

FOTO BERSAMA

HARDIKNAS

FOTO BERSAMA ANGGOTA RACANA KAK SYAMSU ALAM DAN WAKIL REKTOR 1

Vrydag 23 Mei 2014

Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok adalah perkembangan atau suasana di dalam kelompok manusia yang anggota-anggotanya secara terus menerus beranah dan menyesuaikan hubungan satu sama lain. Hendaknya dalam satu kelompok, setiap anggotanya bekerja sama sehingga menghasilkan hubungan yang sinergis semakin memperkuat kelompok. Hal tersebut bisa terbentuk bila ada rasa saling menghormati, saling menghargai, saling terbuka, saling tenggang rasa, serta saling toleransi.
Sikap-sikap terlalu emosional, mudah tersinggung, tertutup, rasa rendah diri atau merendahkan orang lain, kurang dapat menghargai orang lain, tidak mau menerima saran dan kritikan, merasa selalu benar. Sifat-sifat tersebut adalah sifat yang mengganggu dinamika sebuah kelompok.
Latihan dinamisasi kelompok merupakan keniscayaan (keharusan) jika ingin sukses mencapai tujuan dibentuknya kelompok tersebut. Latihan tersebut berguna untuk:
PERTAMA, meningkatkan kepekaan individu taerhadap individu lain dalam kelompok sehingga timbul sikap saling menghargai dan segala sikap yang menjadi kelompok itu masif (kebulatan kelompok).
KEDUA, membina rasa solidaritas dari para anggota kelompok sehingga timbul partisipasi yang spontan dan ikhlas dalam mencapai tujuan bersama.

Perilaku dalam Kelompok
Setiap individu/ anggota kelompok memiliki perilaku yang bisa dibagi dalam 3 macam sikap.
SATU, orang yang selalu mengutamakan penyelesaian tugas, task oriented.
DUA, orang yang mengutamakan memperbaiki hubungan antar individu, maintenance oriented.
TIGA, orang yang mengutamakan kepentingan pribadinya, self oriented.
Untuk mencapai tujuan kelompok, sikap self oriented seharusnya ditinggalkan dan perlu keseimbangan antara task oriented dan maintenance oriented. Jika dinamisasi dalam kelompok sedang terganggu, maka utamakanlah maintenance dari pada task oriented.

Task oriented Behavior
Initiating, mengusulkan tugas-tugas, kegiatan, menentukan masalah, menyarankan prosedur pemecahan masalah.
Seeking information, opini, meminta fakta-fakta dan keterangan yang relevan tentang kepantingan kelompok.
Giving information, menyodorkan fakta dan keterangan, memberikan kritik, usulan dan saran.
Clarifying and elaborating, menerangkan saran dan usulan, menjernihkan kekacauan, menunjukkan alternatif-alternatif.
Sumarrizing, meringkas dan mereview semua usulan dan saran, menawarkan kesimpulan dan keputusan.
Consensus testing, mengajuka pertanyaan-pertanyaan untuk melihat apakah kelompok mendekati suatu keputusan, menguji efek positif dan negatif yang mungkin timbul.
Follower, mengikuti keputusan yang telah diambil.
Maintenance Oriented Behavior
Harmonizing, menyelaraskan dan berusaha mendamaikan perselisihan.
Gate keeping, menjaga agar pintu-pintu komunikasi antar individu tetap terbuka, memudahkan partisipasi orang lain yang mungkin memiliki informasi yang dibutuhkan.
Encouraging, berlaku ramah, baik hati dan positif dalam menanggapi orang lain. Menunjukkan air muka yang bersemangat serta menghargai bantuan yang diberikan oleh siapapun.
Comprimizing, mendamaikan perselisihan, menawarkan solusi, mengakui kesalahan-kesalahan, mengubah prinsip self oriented.
Standard setting and testing, menguji apakah kelompok sudah puas dengan prosedur yang diambil, memberikan saran dan koreksi, menunjukkan norma secara eksplisit dan implisit agar mudah dimengerti.
Self oriented behavior, juga diperlukan namun harus bisa dikontrol. Terkadang kelompok juga memerlukan kekuatan emosional.

Perselisihan Emosional
Perselisihan-perselisihan emosional yang terjadi dalam kelompok biasanya karena belum memahami hal-hal berikut,
The problem of identity, setiap individu seharusnya memahami siapa dan dimana posisinya dalam kelompok. Apa saja yang menjadi tanggung jawabnya dan apa saja yang menjadi bagian orang lain.
The problem of goals and needs, apakah tujuan kelompok selaras dengan tujuan pribadi? Semestinya bukan berpikir apa yang bis diberikan kelompok untuk saya, tetapi berpikirlah apa yang bisa saya berikan untuk kelompok.
The problem of power, control and influence, siapa yang mengawasi setiap individu, seberapa besar pengaruh positif dan negatif setiap individu.
Pola-pola umum permasalahan pribadi karena tiga poin di atas antara lain:
Dependency – counterdependency, selalu bergantung pada pendapat satu orang tanpa melihat benar atau salahnya, atau sebaliknya selalu tidak setuju dan menentang pendapat seseorang karena ketidak senangan pribadi.
Fighting and controlling, berusaha mempertahankan dominasi pribadinya, juga menutupi kesalahan pribadi dengan menyaahkan orang lain yang justru membuat kesalahan semakin besar karena tidak segera diperbaiki. Memaksakan kehendak sendiri serta tidak mengindahkan orang lain.
Withdrawing, mutung atau ngambek, menarik diri (leaving the group, copping out) dengan tidak berpartisipasi, lebih parah lagi meninggalkan tugas dengan perasaan bila “tidak ada aku” maka tujuan kelompok tak mungkin tercapai.
Pairing Up, mencari “bala”. Mencari pendukung, dengan hasutan membentuk semacam “sub group emosional” dimana anggota-anggotanya saling mendukung sekalipun berbuat kesalahan. Terkadang dilakukan dengan memanfaatkan orang baru yang masih lugu dengan memberikan pengaruh negatif.

Anti Group Role
Berikut ini adalah perilaku-perilaku yang harus dihindari karena orang dengan perilaku itu hanya akan menghancurkan kelompok. Jika sulit diperbaiki, paling ekstreem, orang tersebut harus disingkirkan.
Agresor, senang merendahkan orang lain, meremehkan serta suka bercanda yang menyinggung.
Blocker, keras kepala tanpa alasan, suka menolak usulan dan senang mengusulkan kembali masalah yang sudah disepakati untuk ditolak.
Recognation seeker, mencari perhatian orang lain, membangga-banggakan diri dengan hasil kecil yang dibuat.
Self – comfessor, senang menyampaikan perasaan pribadi yang tak perlu.
Playboy, tidak serius dan hanya bermain-main.
Dominator, suka merebut hak orang lain, memberi perintah secara otoriter. Contoh kecilnya suka menyela pembicaraan (intripsi)
Help seeker, menonjolkan diri dengan kelemahan dan rendah dirinya untuk mencari simpati.
Special interest pleader, suka berprasangka buruk pada orang lain dan menyebarkan prasangkanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
Kesimpulan
Dalam sebuah kelompok perlu diselaraskan antara kepentingan pribadi, kelompok dan pencapaian tujuan. Kelompok tak akan mampu mencapai tujuan jika keharmonisa n antar individu terganggu. Maka prioritas antara task oriented (pencapaian tujuan) dan maintenance oriented harus menyesuaikan kondisi kelompok. Perilaku positif hendaknya dipupuk sedangkan perilaku negatif dihilangkan.

Sejarah Kepanduan di Indonesia

Masa Pendudukan Belanda

Masuknya kepanduan di Indonesia hanya berjarak 5 tahun setelah kepanduan resmi berdiri di Inngris Raya (1907). Organisasi kepanduan yang pertama kali ada di wilayah Indonesia dibawa oleh Belanda yang kala itu menjajah indonesia. Yaitu dengan dibukanya cabang “Nederlandsche Padvinders Organisatie” (NPO) pada tahun 1912. Selanjutnya berganti nama menjadi “Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging” (NIPV) pada tahun 1916. Pada tahun yang sama, juga muncul organisasi kepanduan yang diprakarsai oleh S. P. Mangkunegara VII bernama Javaansche Padvinders Organisatie.
Gerakan Kepanduan dirasakan senapas dengan pergerakan nasional dalam menghadapi penjajahan di Indonesia. Banyak pemuda yang berkumpul dan berjuang melalui organisasi-organisasi kepanduan. Diantaranya, Padvinder Muhammadiyah yang selanjutnya berganti nama menjadi Hizbul Wathan (HW) pada tahun 1920. Budi Oetomo yang kita kenal sebagai organisasi yang menandai awal kebangkitan nasional mendirikan Nationale Padvinderij. Syarikat Islam (SI) mendirikan kepanduan Syarikat Islam Afdeling Padvinderij –kemudian berganti nama menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP). Perkumpulan lain, yakni Jong Islamieten Bond (JIB) mendirikan Natiomale Islamietische (NATIPJ) dan Pemuda Indonesia mendirikan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO). Dan mash banyak lagi organisasi kepanduan yang berdiri di berbagai daerah.
Pada 23 Mei 1928 beberapa kepanduan yang telah muncul membentuk Persaudaraan Antara Pandu Indonesia (PAPI). Federasi itu diikuti oleh Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS. PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada April 1938.
Tahun 1930, didirikan perkumpulan kepanduan lagi bernama Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Yang merintis KBI diantaranya tokoh dari Jong Java Padvinders/ Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij), Pandu Kebangsaan (PK)
Antara tahun 1928-1935 bermunculan banyak gerakan kepanduan di Indonesia baik yang bernapas utama kebangsaan maupun bernapas agama. Kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.

Masa Pendudukan Jepang

“Dai Nippon” ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat di Indonesia, termasuk Gerakan Kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di dada para anggotanya. Kepanduan merupakan suatu organisasi yang menjungjung tinggi nilai persatuan. Oleh karena itulah bangsa Jepang tidak mengijinkan organisasi kepanduan tetap berdiri di bumi pertiwi.

Masa Republik Indonesia

Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Balai Mataram,Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Pertemuan pada akhir September 1945 tersebut diikuti oleh perwakilan tokoh dari KBI, SIAP, NATIPIJ, Tri Darma, KAKI dan PK.
Ki Hajar Dewantoro (menteri PPK) menganjurkan agar mantan pemimpin kepanduan-kepanduan yang dulu pernah ada menghidupkan kembali Geraka Kepanduan, setelah banyak yang “mati” pada jaman pendudukan Jepang.
Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dihadiri sekitar 300 mantan pemimpin organisasi-orgaisasi kepanduan. Diantaranya, KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri Darma, Al Wathoni, Hizbul Islam, Sinar Pandu Kita, Kebangsaan Rakyat Indonesia, Pandu Kesultanan, Pandu Indonesia dan Pandu Pasundan. Pada 28 Desember 1945, diperoleh mufakat terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”, lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Pembentukan PRI tersebut didasari atas falsafah Pancasila menurut rumusan:
  1. Ketuhanan yang Maha Esa
  2. Perikemanusiaan
  3. Kebangsaan
  4. Demokrasi/ kedaulatan rakyat Indonesia.
  5. Keadilan Sosial
Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.
Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.

Kelahiran Gerakan Pramuka

Sejarah Pramuka Indonesia

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kelahiran Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
  1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
  2. Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
  3. Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
  4. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.

Gerakan Pramuka Diperkenalkan

Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.

Dewan Kerja Pramuka T/D



Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pandega (disingkat Dewan Kerja) adalah badan kelengkapan kwartir yang berwenang mengelola kegiatan Penegak dan Pandega di kwartirnya. Berbeda dengan golongan siaga dan penggalang yang kegiatannya dikelola oleh aggota dewasa, kegiatan golongan penegak dan pandega dikelola oleh penegak/ pandega sendiri. hal tersebut sesuai dengan Pola dan Mekanisme Pembinaan Pramuka Penegak dan Pandega. Yakni, memberi kesempatan kepada para Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega untuk membina diri menjadi kader pemimpin, baik di lingkungan Gerakan Pramuka maupun lingkungan di luar Gerakan Pramuka.
Kinerja Dewan Kerja bersifat “kolektif kolegial”. Kolektif, maksudnya adalah semua keputusan/ kebijakan yang diambil selalu merupakan keputusan/ kebijakan bersama. Sedangkan kolegial, berarti pengurus Dewan Kerja bekerja dengan prinsip kekeluargaan.

Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok dewan kerja antara lain:
  • Melaksanakan keputusan Musppanitra untuk mengelola kegiatan Penegak dan Pandega sesuai rencana kerja kwartirnya,
  • mengelola kegiatan Pramuka penegak dan pandega di kwartirnya,
  • mendukung Dewan Kerja dan wadah pembinaan lainnya secara koordinatif dan konsultatif, dan
  • menyelenggarakan Musppanitra di tingkat kwartirnya.
Fungsi Dewan Kerja antara lain:
  • Pelaksana program kerja kwartir tentang Pramuka T/D.
  • Pengelola kegiatan T/D di tingkat kwartir.
  • Penghubung antara Pramuka T/D dengan kwartir.
  • Pendukung pelasanaan tugas kwartir dengan memberi laporan atas kinerjanya.
Dewan Kerja mempertanggungjawabkan tugasnya kepada kwartir.

Anggota Dewan Kerja

Anggota Dewan Kerja adalah Pramuka T/D yang dipilih oleh tim formatur dan disahkan dengan SK ketua kwartir. Syarat menjadi anggota Dewan Kerja adalah:
  • Menjadi anggota sebuah gugus depan.
  • Minimal Penegak Bantara atau Pandega.
  • Belum menikah.
  • Syarat lain diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan aturan yang ada.
Karena bersifat kolektif kolegial, maka hak dan kewajiban terhadap tugas pokok oleh semua anggota Dewan Kerja adalah sama. Hanya saja Dewan Kerja membentuk kepengurusan untuk menjalankan tugasnya.

Susunan Pengurus Dewan Kerja

  • Ketua
  • Wakil ketua (jika ketua putra, maka wakil harus putri, dan sebaliknya)
  • Sekretaris
  • Bendahara
  • Ketua Bidang
  • Anggota Bidang
Bidang-bidang yang ada dalam susunan pengurus Dewan Kerja sudah ditentukan, yakni:
  • Bidang kajian Kepramukaan
  • Bidang Kegiatan Kepramukaan
  • Bidang Pengabdian Masyarakat
  • Bidang Evaluasi dan Pengembangan
Semua pengurus Dewan Kerja merangkap sebagai anggota Dewan Kerja. Jumlah keseluruhan anggota Dewan Kerja dibebaskan, sesuai dengan jumlah Pramuka T/D di kwartirnya. Namun, ada aturan bahwa jumlah seluruh anggota DK berjumlah ganjil.

MANAGEMENT: POACE

POACE adalah langkah-langkah yang harus dilakukan saat menjalankan sebuah kegiatan. Langkah tersebut terdiri dari Planning (perencanaan), Organizing (persiapan), Actualizing (Pelaksanaan), Controling (pengontrolan) dan Evaluating (evaluasi).

PLANNING
Langkah awal yang tidak boleh ditinggalkan sebelum mengadakan kegiatan adalah perencanaan (Planning). Ada ungkapan “Sebuah kebaikan yang tidak terencana akan kalah dengan keburukan yang terencana dengan baik”. Perencanaan diawali dengan munculnya ide atau alasan untuk mengadakan sebuah kegiatan. Langkah berikutnya adalah mulai membuat konsep acara atau draft rencana kegiatan tersebut.
Perencanaan yang baik tidak dilakukan oleh banyak orang, tetapi hanya dilakukan oleh mereka yang dalam posisi sebagai konseptor. Semakin banyak kepala yang berpikir, belum tentu menjadi nilai lebih. Tetapi terkadang malah memperlama proses pengonsepan kegiatan karena semakin banyak pihak yang terlibat, akan semakin sulit menyatukan pandangan. Hendaknya yang menjadi konseptor adalah orang yang benar-benar memiliki kemampuan dan pemahaman terhadap kegiatan yang akan diadakan.
Dalam tahap ini dihasilkan konsep kegiatan, personel yang dibutuhkan dan time schedule. Sehingga dalam tahap berikutnya, tinggal membagi tugas kepanitiaan dan makukan persiapan sesuai tugas masing-masing.

ORGANIZING
Jika langkah perencanaan telah selesai, lalu hasilnya dibawa ke kelomok yang lebih besar. Yakni mulai dengan langkah membentuk kepanitiaan (organizing committee). Besar kecilnya orang yang terlibat dalam kepanitiaan tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan. Disamping kekurangan SDM bisa memnjadi masalah, kelebihan yang terlalu banyak juga bisa menimbulkan masalah. Karena mengatur banyak orang lebih sulit dari pada sedikit orang. Masalah juga bisa timbul dari sisi biaya, yang seharusnya bisa lebih hemat jika yang terlibat tidak terlalu banyak.
Peran pemimpin dalam kepanitiaan sangat penting. Pemimpin yang baik, mampu mengelola SDM yang dipimpinnya agar mempersiapkan setiap detai yang telah direncanakan. Sehingga pada tahap berikutnya berjalan dengan lancar. Ingat istilah:
If you failed to prepare, you prepare for failed.
Jika kamu gagal dalam mempersiapkan, sama saja dengan mempersiapkan kegagalan.

ACTUATING
Actuating adalah tahap pelaksanaan kegiatan. Jika pada dua tahap sebelumnya dilakukan dengan baik, maka pada tahap ini akan lebih mudah. Sekalipun terkadang juga ada hambatan yang tidak diduga sebelumnya. Untuk menghadapi hal seperti itu, perlu dilakukan langkah berikutnya.

CONTROLING
Tugas utama pemimpin jika sudah pada tahap ini adalah mengontrol jalannya kegiatan. jika ada masalah akibat hambatan yang belum terduga sebelumnya, seorang pemimpin harus mampu mengatasinya. Pada tahap ini diperlukan pemimpin yang mampu mengambil keputusan dengan tepat dan cepat. Tugas pemimpin dalam tahap ini memang cenderung lebih ringan daripada panitia pelaksana yang banyak bekerja. Tetapi tanggung jawab terbesar tetap berada di pundak pemimpin.
Dalam kepanitiaan, bila diperlukan bisa dibentuk seksi khusus yang membantu pemimpin kegiatan untuk melakukan tugas ini.

EVALUATING
Jika seuruh kegiatan telah selesai, langkah inilah yang dilakukan. Maksudnya untuk mengumpulkan dan meng-”arsip” setiap permasalahan atau kekurangan yang terjadi.Evaluasi menimal dilakukan sekali di akhir kegiatan. Namun, perlu juga dilakukan evaluasi dipertengahan pelaksanaan kegiatan, tanpa mengganggu jalannya kegiatan.Evaluasi juga merupakan salah satu sarana “controling” ketika kegiatan berlangsung.
Jika setiap tahap POACE di atas dilaksanakan dengan baik, maka tercapainya tujuan akan lebih pasti. Pemimpin tentu saja tidak pernah meninggalkan satu tahappun. Dan memang setiap tahap dari Planning hingga Evaluating menjadi tanggung jawab utama pemimpin.

LEADERSHIP: Actuating & Directing

Di Gugus Depan X, Pradana (ketua dewan Racana) memerintahkan anggotanya untuk menaikkan barang-barang perlengkapan kemah ke atas truk. Anggotanya terlihat enggan melakukan perintahnya dan menanggapi dengan acuh tak acuh.
Salah seorang anggota dewan ambalan yang cukup disegani berdiri dan berteriak, “Semangat kawan-kawan, mari kita kerjakan!” Karena ajakannya, semuanya jadi bergairah dan mulai bekerja menaikkan barang-barang.
Siapakah pemimpin dalam cerita di atas?
Menurut teori kepemimpinan, baik Pradana maupun salah satu anggota itu keduanya bisa disebut sebagai pemimpin. Istilahnya pemimpin formal dan pemimpin informal.
Tetapi kita akan membahas 2 hal itu di artikel lain.

Kepemimpinan

Ada yang mengartikan kata itu sebagai,
kemampuan memberikan pengaruh kepada orang lain, agar orang yang dimaksud mau mengikuti apa yang dikehendakinya.
Pertanyaannya, apakah definisi itu cukup? Mari kita lihat pada contoh kasus kedua.

Contoh Kasus II

Dalam aksi demo mahasiswa menuntut mundur anggota dewan yang menjadi tersangka sebuah kasus, para mahasiswa menyadera sebuah mobil dinas pemerintah. Salah satu mahasiswa (Mr. X) berteriak, “BAKAR! BAKAR!” Karena teriakan itu, kawan-kawannya terhasut dan segera menggulingkan mobil itu dan mulai menyulut api.
Mr. X berusaha menghentikan kawan-kawannya dan menjelaskan bahwa kata-katanya tadi hanya untuk menyemangati. Tetapi massa tidak mau mendengar kata-katanya dan akhirnya berhasil membakar mobil yang mereka sandera.
Mr. X dalam cerita itu berhasul “menyuruh” kawan-kawannya untuk melakukan perintahnya. Tetapi apakah ia pantas disebut sebagai pemimpin seperti tokoh dalam kisah pertama?
Tentu tidak. Ternyata bukan hanya kemampuan menggerakkan saja yang diperlukan seorang pemimpin. Menurut Prof. S, pamuji (Mantan Rektor IIP Jakarta, 1982) mengemukakan bahwa seorang pemimpin perlu memiliki 2 kemampuan:
  1. MENGGERAKKAN (ACTUATING),
  2. MENGARAHKAN (DIRECTING)
Mari kita bahas satu persatu dan segala komponennya:

Kemampuan Untuk Menggerakkan

Seseorang perlu memiliki kewibawaan (authority) untuk mampu menggerakkan orang lain. Ada 7 (tujuh) jenis kekuatan kewibawaan:

1. Wibawa Formal (Legitimate Power)

Yaitu kekuatan pengaruh yang dilatarbelakangi karena jabatan formalnya. Seorang warga akan lebih mudah menuruti kata-kata seorang Kepala Desa dibandingkan dengan seorang warga biasa lainnya.

2. Wibawa Karena memberi Hadiah (Reward Power)

Contoh sederhananya adalah hal yang biasa dilakukan orang dewasa pada anak-anak. “Nak, tolong beliin rokok. Nanti kembaliannya buat kamu.” Dengan adanya reward/ hadiah akan lebih memberi motivasi bagi anak yang dimintai bantuan untuk menuruti permintaan. Bentuk penghargaan bisa bermacam-macam, tergantung siapa yang diperintah.

3. Wibawa Karena Mengancam (Coersive Power)

Ancaman tidak selalu bersifat negatif. Untuk beberapa orang terkadan diperlukan ancaman, sekalipun sekedar untuk mengerjakan apa yang sudah menjadi tugasnya.

4. Wibawa Karena Teladan (Referent Power)

Kewibawaan yang paling ideal, tetapi paling berat tantangannya.

5. Wibawa Karena Keahlian (Expert Power)

Seorang istri, menyarankan suaminya untuk berhenti merokok. Tetapi sang suami dengan entengnya menolak, “Ahh, tahu apa kamu soal kesehatan. Kalo jatahnya sakit ya sakit.”
Tetapi akan berbeda tanggapannya jika seorang dokter yang memberi saran dan menunjukkan efek merokok terhadap tubuhnya yang sudah terkena penyakit pernapasan.
Lima komponen di atas diambil dari buku karya John RP French dan Bertram Raven. Sedangkan seorang penulis keturunan Jepang, Amitai Etzione menambahkan 2 komponen lagi:

6. Wibawa Pribadi (Personal Power)

Seperti yang  dimiliki Presiden Soekarno dan Presiden Megawati Soekarno Putri. Secara pribadi, mereka sudah memiliki kharisma pemimpin. Sehingga sosoknya sangat kuat menjadi sosok yang dianuti bagi para pengikutnya. Terlepas penyebabnya karena pembawaan atau faktor keturunan.

7. Wibawa Karena Biasa Memberi Kepuasan Bagi Pelanggan (Renumerative Power)

Jika “pelanggan” melihat profil kita yang selalu memberikan pelayanan dengan baik, dengan mudah kita bisa menggerakkan mereka. Contoh konkritnya adalah bagaimana sikap warga Surakarta terhadap walikotanya. Pada masa sebelumnya, Ir. Jokowi perlu bekerja keras agar terpilih, tetapi lain halnya pada periode ke dua. Karena masyarakat merasa puas dengan kepemimpinannya, tanpa berusaha sekeras sebelumnya, dengan mudah beliau mendapatkan suara mutlak dari pemilih.

Kemampuan Untuk Mengarahkan

Seseorang perlu memiliki ilmu pengetahuan untuk mampu mengarahkan orang lain. kemampuan ini harus dipelajari dan berkembang seiring dengan pengalaman (jam terbang). Antara lain:

  1. PLANNING, mampu merencanakan apa yang akan dikerjakan, memikirka bagaimana prosesnya dan apa akibatnya.
  2. DECISION MAKING, mampu mengambil keputusan, sekalipun ada lebih dari satu pendapat yang sama kuatnya. Keyakinan seorang pemimpin saat memutuskan sesuatu akan menjadi modal penting agar yang dipimpinnya merasa yakin pula untuk mengikuti arahan pemimpin tersebut.
  3. COMMUNICATION, agar didengar dan bisa mengarahkan orang lain menjalankan perintah dengan benar, seorang pemimpin harus mampu menyampaikan perintah dengan jelas sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.
  4. CONTROLING, mengarahkan berarti juga harus bisa mengendalikan proses pelaksanaan perintahnya.
  5. EVALUATING, mampu menilai tingkat keberhasilan dari proyek/ pekerjaan yang dipimpinnya.

LEADERSHIP : ACTOR

Kriteria untuk seorang pemimpin adalah ACTOR. Ini adalah kombinasi dari:
A untuk adaptable
C untuk cinsiderate
T untuk trustworthy
Ountuk optimistic
R untuk resourcefull
Adaptable (Mudah Menyesuaikan Diri)

Adaptable: Seorang pemimpin haru bisa menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Ada kata-kata menarik dari Charles Darwin tentang hal ini, “It’s not the strongest of the species, nor the most intelligent, that survive; it’s the one most responsive to change.” (Bukanlah sepsies terkuat, bukan juga yang terpandai, yang akan bertahan hidup; tetapi spesies yang paling mampu menanggapi perubahan.)
Salah satu tugas pemimpin adalah membuat perubahan, dan bahkan, menjadi catalyst (pemercepat). Hal terakhir yang diinginkan seorang pemimpin adalah menjadi penjaga “tradisi” yang hanya akan menghalangi proses perubahan.
Mengembangkan kualitas kepemimpinan agar memiliki kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) akan sangat membantu sebuah organisasi mengerti kebutuhannya dalam menghadapi perubahan sebelu terlambat. Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan adalah inti sebuah organisasi yang besar di masa depan.
Considerate (Berbudi Baik)
Considerate: Pemimpin yang baik harus memperhatikan sikap budinya. Akhlak dan perbuatan pemimpin adalah hal yang paling terlihat untuk dinilai. Pemimpin yang baik juga tidak akan memanfaatkan posisi kepemimpinannya untuk kepentingan pribadi. Karena pada prinsipnya apapun yang baik untuk semua anggota organisasi, maka baik juga untuk si pemimpin.
Pemimpin juga harus mampu melihat prestasi yang dihasilkan oleh orang-orang yang dipimpinnya. Mereka harus mampu mengenalinya, bila perlu memberi pengargaan secara khusus dan dilakukan secara berkala. Sangat penting sekali mengetahui dengan tepat siapa sebenarnya orang yang lebih pantas menerima penghargaan. Karena sangat mungkin sekali anggota dari organisasi yang kita pimpin yang suka menunjukan seolah-olah dirinya berjasa atas banyak hal sedangkan orang yang sebenarnya bekerja malah kurang menonjol.
Trustworthy (Dapat Dipercaya)
Trustworthy: Anggota organisasi harunya bisa menjawab 3 pertanyaan sederhana tentang pemimpin dan organisasinya berikut ini. Semua berawal dari pandangan terhadap orang yang memimpinnya secara langsung. Lalu beranjak pada pimpinan tertinggi dan organisasi yang diikutinya.
1. Dapatkah aku percaya pada pemimpinku?
2. Apakah pemimpinku peduli terhadap aku?
3. Apakah pemimpinku orang yang execellent (tepat dan mampu)?
Pondasi kepercayaan ini sangat penting keberadaannya. Kepercayaan penuh dari semua anggota akan berpengaruh langsung terhadap loyalitas dan optimalnya kinerja seluruh organisasi. Pada organisasi yang pemimpinnya kuran dipercaya, pasti akan terjadi banyak penyelewengan, banyak anggota yang tidak menjalankan tugasnya serta lesu dalam bekerja. Apalagi organisasinya berupa organisasi sosial yang anggotanya bekerja bukan karena kontrak atau upah.
Optimistic (Bersikap Optimis)
Optimistic: Pemimpin harus memiliki pandangan positif terhadap masa depan. Ia harus punya visi dan misi yang jelas dan baik sehingga orang yang dipimpinnya akan mau mengikuti visi itu. Pemimpin yang baik harus mampu melihat perkiraan akibat dari langkah yang diambilnya. Ia juga harus memberi contoh dengan bersikap (attitude) yang positif. Ingat! Attitude adalah komponen yang penting bagi seorang pemimpin.
Jika seseorang bertanya “Apa kabarmu hari ini?” Jawabanmu harusnya senada dengan “Luar biasa” atau “tak pernah lebih baik dari hari ini”. Sikap positif seorang pemimpin akan mempengaruhi perasaan angggotanya saat beraktifitas. Ini bukan hal sepele, karena pemimpin memiliki tanggung jawab untuk memainkan perannya. Ia tak boleh mengeluarkan emosinya tanpa memperhitungkan efeknya terhadap sikap orang yang dipimpinnya.
Pemimpin harus selalu “on stage” setiap hari. Ia harus memperlihatkan tindakan nyata bahwa ia sendiri meyakini kepemimpinannya. Sedikit sikap yang salah akan dengan cepat ditanggapi negatif oleh anggotanya. Pemimpin yang baik harus mampu “Ing Ngarso Sung Tuladha”, menjadi contoh yang baik di depan semuanya. Maka, kembali ke “attitude”. Seperti menghargai waktu, tidak meremehkan orang lain, bertanggungjawab terhadap tugas yang diamanahkan padanya.
Resourceful
Resourceful: Pemimpin harus memiliki kemampuan yang lebih daripada orang yang dipimpinnya. Ia juga harus bisa membaca kapasitas atau kemampuan anggotanya. Jika dirasa masih kurang, perlu diadakan pelatihan atau up grading. Dengan catatan ia sendiri juga harus memiliki kemampuan lebih dahulu. Memang tanggungjawab dan beban sebagai seorang pemimpin lebih besar daripada menjadi anggota biasa.
Resourceful juga berarti pemimpin harus mampu menyerap semua informasi. Bukan Cuma keadaan dan kemampuan anggotanya. Yang lebih penting lagi adalah mampu belajar dari kesalahan (Tidak ada yang namanya kesalahan – anggaplah sebagai pembelajaran). Saat seorang pemimpin mampu mengkombinasikan sikap penuh informasi dengan kualitas dirinya, ia akn memperoleh cukup modal atau bahan bakar untuk mewujudkan tujuan yang ada dalam pikirannya.

Kelima prinsip dalam ACTOR di atas memang bukan hal yang mudah untuk dipenuhi. Karena memang menjadi seorang pemimpin bukan hal yang mudah dan tidak semua orang mampu mendudukinya. Harus ada usaha keras dan tanggungjawab.

10 TIP PUBLIC SPEAKING




Berikut ini tips yang bisa kamu gunakan jika melakukan presentasi, khususnya dengan power point atau flash.
1. GUNAKAN VISUAL
Menggunakan gambar pada presentasi akan sangat membantu penyampaian materi. Jangan memasukkan gambar yang asal menarik, carilah gambar yang berhubungan dengan materi. Bila perlu carilah gambar di Google untuk mempersiapkan materi presentasi.
2. SINGKAT LEBIH BAIK
Tidak akan ada yang protes jika presentasimu singkat. Tetapi presentasi yang terlalu lama justru akan membunuh presentasimu. Pada umumnya orang lebih menyukai presentasi yang singkat. Usahakan lama presentasi kurang dari 20 menit, lainnya untuk basa-basi atau intermezo.
3. RULE OF THREE
Pada umumnya, orang mudah mengingat sesuatu yang jumlahnya tiga. Ingat istilah ini:
“vini vidi vici” atau
“Gold, Gospel and Glory”
Usahakan point penting yang kamu sampaikan dalam presentasi menggunakan prinsip itu. Gunakan maksimum 3 point pada tiap tampilan slide.
4. LATIHAN
Sebelum mempresentasikan pada acara yang sebenarnya, latihlah dengan bicara keras, bukan dalam hati. Latihan yang berulang-ulang membuat kamu lancar dan mengurangi salah ucap dalam presentasi. Cobalah kamu melakukan simulasi presentasi minimal 4 kali, dan salah satunya lakukanlah didepan pendengar yang bisa memberi masukan.
5. CERITA
Masukkan cerita atau anekdot untuk menyelingi presentasi. Yang terpenting biasanya di awal, biasakan menyampaikan sebuah cerita menarik dari pengalaman atau lelucon yang bisa menjadi pengantar presentasi. Bahkan jika cerita itu tak ada hubungannya dengan materi, tidak masalah.
6. POINT PENTING
Jangan menulis semua yang kamu katakan. Kesalahan yang sering terjadi pada saat membuat slide presentasi adalah menulis semua yang akan kamu katakan. Cukup menulis point pentingnya saja, yang mudah dibaca sekali tatap. Sehingga pendengar cukup melihat tulisan sebentar, lalu mendengarkan presentasi yang kamu sampaikan.
7. HAPALKAN HALAMAN SLIDE
Hapalkan urutan slide, sehingga kamu tahu apa yang akan muncul di slide berikutnya. Kata-kata “Berikutnya, kita akan melihat …” membuat kamu terlihat menguasai materi dan lebih “powerfull”.
8. JAGA-JAGA
Kemungkinan buruk yang terjadi saat presentasi bisa bermacam-macam. Misalnya, listrik mati atau LCD proyektor rusak, flashdisk kamu tak terbaca di komputer, data hilang/ rusak karena virus, atau tidak ada loudspeaker. Untuk mengatasinya, kamu perlu juga menyimpan presentasimu dalam CD dan menyiapkan print out di kertas. Meskipun kemungkinan buruk tersebut sangat jarang terjadi.
9. CHECK OUT
Periksa ruangan dan alat yang akan kamu gunakan untuk presentasi. Bila perlu coba semua alat untuk memastikan semua berfungsi dengan baik. Minimal ingatkan panitia atau petugas untuk mengeceknya sebelum waktunya presentasi.
10. REKAM
Yang terakhir, namun tak bisa diremehkan. Untuk keperluan peningkatan diri, cobalah kamu rekam saat kamu melakukan presentasi. Maksudnya, agar kamu tahu apa kekurangan kamu dan bisa diperbaiki pada kesempatan presentasi selanjutnya.