Masa Pendudukan Belanda
Masuknya kepanduan di Indonesia hanya
berjarak 5 tahun setelah kepanduan resmi berdiri di Inngris Raya (1907).
Organisasi kepanduan yang pertama kali ada di wilayah Indonesia dibawa
oleh Belanda yang kala itu menjajah indonesia. Yaitu dengan dibukanya
cabang “Nederlandsche Padvinders Organisatie” (NPO) pada tahun 1912.
Selanjutnya berganti nama menjadi “Nederlands-Indische Padvinders
Vereeniging” (NIPV) pada tahun 1916. Pada tahun yang sama, juga muncul
organisasi kepanduan yang diprakarsai oleh S. P. Mangkunegara VII
bernama Javaansche Padvinders Organisatie.
Gerakan Kepanduan dirasakan senapas
dengan pergerakan nasional dalam menghadapi penjajahan di Indonesia.
Banyak pemuda yang berkumpul dan berjuang melalui organisasi-organisasi
kepanduan. Diantaranya, Padvinder
Muhammadiyah yang selanjutnya berganti nama menjadi Hizbul Wathan (HW)
pada tahun 1920. Budi Oetomo yang kita kenal sebagai organisasi yang
menandai awal kebangkitan nasional mendirikan Nationale Padvinderij.
Syarikat Islam (SI) mendirikan kepanduan Syarikat Islam Afdeling
Padvinderij –kemudian berganti nama menjadi Syarikat Islam Afdeling
Pandu (SIAP). Perkumpulan lain, yakni Jong Islamieten Bond (JIB)
mendirikan Natiomale Islamietische (NATIPJ) dan Pemuda Indonesia
mendirikan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO). Dan mash
banyak lagi organisasi kepanduan yang berdiri di berbagai daerah.
Pada 23 Mei 1928 beberapa kepanduan yang
telah muncul membentuk Persaudaraan Antara Pandu Indonesia (PAPI).
Federasi itu diikuti oleh Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS.
PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan
Indonesia (BPPKI) pada April 1938.
Tahun 1930, didirikan perkumpulan
kepanduan lagi bernama Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Yang merintis
KBI diantaranya tokoh dari Jong Java Padvinders/ Pandu Kebangsaan
(JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij), Pandu Kebangsaan
(PK)
Antara tahun 1928-1935 bermunculan banyak
gerakan kepanduan di Indonesia baik yang bernapas utama kebangsaan
maupun bernapas agama. Kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat dicatat
Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu
Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia
(KRI). Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul
Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders
Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katolik Indonesia
(KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan
dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI
merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami beberapa
perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang
kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia
Oemoem” disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941
di Yogyakarta.
Masa Pendudukan Jepang
“Dai Nippon” ! Itulah nama yang dipakai
untuk menyebut Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala
tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan
Indonesia. Partai dan organisasi rakyat di Indonesia, termasuk Gerakan
Kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II
tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di
dada para anggotanya. Kepanduan merupakan suatu organisasi yang
menjungjung tinggi nilai persatuan. Oleh karena itulah bangsa Jepang
tidak mengijinkan organisasi kepanduan tetap berdiri di bumi pertiwi.
Masa Republik Indonesia
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Balai
Mataram,Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan
Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan
satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan
segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Pertemuan pada
akhir September 1945 tersebut diikuti oleh perwakilan tokoh dari KBI,
SIAP, NATIPIJ, Tri Darma, KAKI dan PK.
Ki Hajar Dewantoro (menteri PPK)
menganjurkan agar mantan pemimpin kepanduan-kepanduan yang dulu pernah
ada menghidupkan kembali Geraka Kepanduan, setelah banyak yang “mati”
pada jaman pendudukan Jepang.
Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada
tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dihadiri sekitar 300 mantan
pemimpin organisasi-orgaisasi kepanduan. Diantaranya, KBI, HW, SIAP,
NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri Darma, Al Wathoni, Hizbul Islam,
Sinar Pandu Kita, Kebangsaan Rakyat Indonesia, Pandu Kesultanan, Pandu
Indonesia dan Pandu Pasundan. Pada 28 Desember 1945, diperoleh mufakat
terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”,
lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Pembentukan PRI tersebut didasari atas falsafah Pancasila menurut rumusan:
- Ketuhanan yang Maha Esa
- Perikemanusiaan
- Kebangsaan
- Demokrasi/ kedaulatan rakyat Indonesia.
- Keadilan Sosial
Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948
waktu diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56,
Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap
Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya
pada negara, tanah air dan bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda,
Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya
perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri
Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata untuk
mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para
anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode
perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan
itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di
Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara lain memutuskan untuk
menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus
untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan
terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi
satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan Menteri
PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah
pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya
wadah kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal
1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh juga kalau direnungi,
sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar,
maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan konfersensi di
Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi
kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua
federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO
(Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah
bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam
perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan
kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran
upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan. Seminar
ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu
rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan
kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada
dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958,
Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di
Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.
Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan
di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan
besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa
Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo
mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Sejarah Pramuka Indonesia
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961,
jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang
perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di
depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepanduan di Indonesia waktu
itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh
anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa
perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3
Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa
dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya
penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya
diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan
Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari
sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar
Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9
Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan
Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden
mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan
aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang
ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk
panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono,
Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi
dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu
sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112
Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana
Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang
disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan April itu juga,
keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April
1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini
terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis
Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
- Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
- Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
- Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
- Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961
juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI
Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu
Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka,
pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional
(MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan
Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis
disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas
Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang
dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447
Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70
orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai
anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi
anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh
sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi
diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus
1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di
Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan
Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan
Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden
melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan
menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji
Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus
1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun
diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.
0 komentar:
Plaas 'n opmerking