Di
Gugus Depan X, Pradana (ketua dewan Racana) memerintahkan anggotanya
untuk menaikkan barang-barang perlengkapan kemah ke atas truk.
Anggotanya terlihat enggan melakukan perintahnya dan menanggapi dengan
acuh tak acuh.
Salah
seorang anggota dewan ambalan yang cukup disegani berdiri dan
berteriak, “Semangat kawan-kawan, mari kita kerjakan!” Karena ajakannya,
semuanya jadi bergairah dan mulai bekerja menaikkan barang-barang.
Siapakah pemimpin dalam cerita di atas?
Menurut teori kepemimpinan, baik Pradana maupun salah satu anggota itu keduanya bisa disebut sebagai pemimpin. Istilahnya pemimpin formal dan pemimpin informal.
Tetapi kita akan membahas 2 hal itu di artikel lain.
Kepemimpinan
Ada yang mengartikan kata itu sebagai,
kemampuan memberikan pengaruh kepada orang lain, agar orang yang dimaksud mau mengikuti apa yang dikehendakinya.
Pertanyaannya, apakah definisi itu cukup? Mari kita lihat pada contoh kasus kedua.
Contoh Kasus II
Dalam
aksi demo mahasiswa menuntut mundur anggota dewan yang menjadi
tersangka sebuah kasus, para mahasiswa menyadera sebuah mobil dinas
pemerintah. Salah satu mahasiswa (Mr. X) berteriak, “BAKAR! BAKAR!”
Karena teriakan itu, kawan-kawannya terhasut dan segera menggulingkan
mobil itu dan mulai menyulut api.
Mr. X
berusaha menghentikan kawan-kawannya dan menjelaskan bahwa kata-katanya
tadi hanya untuk menyemangati. Tetapi massa tidak mau mendengar
kata-katanya dan akhirnya berhasil membakar mobil yang mereka sandera.
Mr. X dalam cerita itu berhasul
“menyuruh” kawan-kawannya untuk melakukan perintahnya. Tetapi apakah ia
pantas disebut sebagai pemimpin seperti tokoh dalam kisah pertama?
Tentu tidak. Ternyata bukan hanya
kemampuan menggerakkan saja yang diperlukan seorang pemimpin. Menurut
Prof. S, pamuji (Mantan Rektor IIP Jakarta, 1982) mengemukakan bahwa
seorang pemimpin perlu memiliki 2 kemampuan:
- MENGGERAKKAN (ACTUATING),
- MENGARAHKAN (DIRECTING)
Kemampuan Untuk Menggerakkan
Seseorang perlu memiliki kewibawaan (authority) untuk mampu menggerakkan orang lain. Ada 7 (tujuh) jenis kekuatan kewibawaan:1. Wibawa Formal (Legitimate Power)
Yaitu kekuatan pengaruh yang
dilatarbelakangi karena jabatan formalnya. Seorang warga akan lebih
mudah menuruti kata-kata seorang Kepala Desa dibandingkan dengan seorang
warga biasa lainnya.
2. Wibawa Karena memberi Hadiah (Reward Power)
Contoh sederhananya adalah hal yang biasa
dilakukan orang dewasa pada anak-anak. “Nak, tolong beliin rokok. Nanti
kembaliannya buat kamu.” Dengan adanya reward/ hadiah akan lebih
memberi motivasi bagi anak yang dimintai bantuan untuk menuruti
permintaan. Bentuk penghargaan bisa bermacam-macam, tergantung siapa
yang diperintah.
3. Wibawa Karena Mengancam (Coersive Power)
Ancaman tidak selalu bersifat negatif.
Untuk beberapa orang terkadan diperlukan ancaman, sekalipun sekedar
untuk mengerjakan apa yang sudah menjadi tugasnya.
4. Wibawa Karena Teladan (Referent Power)
Kewibawaan yang paling ideal, tetapi paling berat tantangannya.5. Wibawa Karena Keahlian (Expert Power)
Seorang istri, menyarankan suaminya untuk
berhenti merokok. Tetapi sang suami dengan entengnya menolak, “Ahh,
tahu apa kamu soal kesehatan. Kalo jatahnya sakit ya sakit.”
Tetapi akan berbeda tanggapannya jika
seorang dokter yang memberi saran dan menunjukkan efek merokok terhadap
tubuhnya yang sudah terkena penyakit pernapasan.
Lima komponen di atas diambil dari buku
karya John RP French dan Bertram Raven. Sedangkan seorang penulis
keturunan Jepang, Amitai Etzione menambahkan 2 komponen lagi:
6. Wibawa Pribadi (Personal Power)
Seperti yang dimiliki Presiden Soekarno
dan Presiden Megawati Soekarno Putri. Secara pribadi, mereka sudah
memiliki kharisma pemimpin. Sehingga sosoknya sangat kuat menjadi sosok
yang dianuti bagi para pengikutnya. Terlepas penyebabnya karena
pembawaan atau faktor keturunan.
7. Wibawa Karena Biasa Memberi Kepuasan Bagi Pelanggan (Renumerative Power)
Jika “pelanggan” melihat profil kita yang
selalu memberikan pelayanan dengan baik, dengan mudah kita bisa
menggerakkan mereka. Contoh konkritnya adalah bagaimana sikap warga
Surakarta terhadap walikotanya. Pada masa sebelumnya, Ir. Jokowi perlu
bekerja keras agar terpilih, tetapi lain halnya pada periode ke dua.
Karena masyarakat merasa puas dengan kepemimpinannya, tanpa berusaha
sekeras sebelumnya, dengan mudah beliau mendapatkan suara mutlak dari
pemilih.
Kemampuan Untuk Mengarahkan
Seseorang perlu memiliki ilmu pengetahuan
untuk mampu mengarahkan orang lain. kemampuan ini harus dipelajari dan
berkembang seiring dengan pengalaman (jam terbang). Antara lain:
- PLANNING, mampu merencanakan apa yang akan dikerjakan, memikirka bagaimana prosesnya dan apa akibatnya.
- DECISION MAKING, mampu mengambil keputusan, sekalipun ada lebih dari satu pendapat yang sama kuatnya. Keyakinan seorang pemimpin saat memutuskan sesuatu akan menjadi modal penting agar yang dipimpinnya merasa yakin pula untuk mengikuti arahan pemimpin tersebut.
- COMMUNICATION, agar didengar dan bisa mengarahkan orang lain menjalankan perintah dengan benar, seorang pemimpin harus mampu menyampaikan perintah dengan jelas sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.
- CONTROLING, mengarahkan berarti juga harus bisa mengendalikan proses pelaksanaan perintahnya.
- EVALUATING, mampu menilai tingkat keberhasilan dari proyek/ pekerjaan yang dipimpinnya.
0 komentar:
Plaas 'n opmerking